Rabu, 07 Mei 2008

Gantung Sukawi ! hehehe....

Fenomena Pilkada Indonesia tetaplah fenomena bungkus kacang, yakni soal bagaimana membungkus figur, mengemas calon dengan rambu-rambu primordial.

Meskipun partai-partai yang sebelumnya terlihat eksklusif kini mulai mencoba bernuansa inklusif, namun wajah primordial ini masih kuat. Mereka mengemas diri sedemikian rupa dalam dandanan nasionalis, agamis, nalionalis-religius, nahdliyin, santri kota, abangan atau apapun. Strategi pemasarannya, salah satunya dengan mencoba merangkul semua kelompok
Janji-janji kampanye yang disampaikan cenderung bombastis, misalnya menggratiskan biaya kesehatan, bebas biaya pendidikan, menggaji ketua RT dan RW dll.

Di Jateng khususnya, orang tinggal memasukkan semua kandidat dalam kelompok mana; pesisir atau pedalaman, orang utara atau selatan, santri atau abangan, muslim modernis atau tradisional, atau batasan primordial lain.

Belum ada calon yang berbicara cerdas dan aplikatif tentang nilai-nilai yang bisa dipakai bersama, misalnya bagaimana meningkatkan disiplin pegawai, meningkatkan kesejahteraan petani, menumbuhkan kewirausahaan atau mengatasi PKL. Di banyak negara maju, isu kampanye berkisar antara persoalan lingkungan, imigran gelap, persenjataan, pengelolaan pajak dll. Semestinya di negara yang tengah kesulitan seperti Indonesia, isu yang dibawa adalah isu pemberdayaan, isu persatuan dan solidaritas. Retorika mengentaskan kemiskinan saja tidak cukup dan perlu diikuti dengan strategi dan contoh nyata.

Maka tidak heran jika rakyat banyak yang kurang peduli terhadap Pilkada. Tidak pula heran jika warga yang tidak menggunakan hak pilihnya lebih dari sepertiga dalam Pilkada Jabar dan Sumut. Bisa jadi mereka percaya bahwa Pilkada tidak akan mengubah apapun. Atau dengan kata lain, siapa pun yang menang, nasib tidak akan berubah. Jika pemain Pilkada, para calon gubernur atau calon wakil gubernur bisa membangun kepercayaan dengan pintar meramu isu dan pesan dalam gerakan kampanye, bukan tidak mungkin mereka bisa memanen suara dari orang-orang yang belum mengambil keputusan dan orang-orang yang semula tidak peduli Pilkada, tanpa memandang baju-baju primordial dengan sebelah mata.

Semoga saja pilihan rakyat bukan menjadi pilihan yang menjadi bumerang bagi kesejahteraan masyarakat jawa tengah. Berbagai pertimbangan memunculkan keyakinan tentang potensi para calon gubernur melenggang dengan mulus meskipun kerap kali diwarnai dengan kasus yang mewarnai pencalonannya, dari korupsi sampai kehidupan pribadi sang calon.

Selasa, 06 Mei 2008

Beasiswaku tersendat, adik-adikku pengin sekolah

Mengapa mereka meminta dari masyarakat lain, mengapa jadi begini? Kalau berfikir bahwa negara kita termasuk negara yang kaya sumber alam dengan tanah yang sangat subur, mengapa masyarakat menjadi pengemis?

Mengapa pendidikan jadi mahal untuk masyarakat? Kekayaan negara ini yang seharusnya dipakai untuk menyiapkan masyarakat untuk masa depan kelihatannya bocor (mungkin sampai 30%). Kepedulian pemerintah terhadap pendidikan kelihatannya rendah, terlihat dari anggaran negara untuk pendidikan, dibanding Malaysia 25% dan Thailand 30%.

Mengapa masyarakat tidak berjuang secara berani untuk memberantas korupsi daripada meminta sumbangan terus. Kapan negara kita akan maju kalau solusinya selalu hanya meminta dan kapan kita mau berusaha untuk memperbaiki negara kita kalau tidak dari sekarang dan dimulai dari anda, saya dan kita semua?

Sangat kita sayangkan keterpurukan pendidikan di negeri kita, Ini semua dikarenakan oleh sekelompok oknum yang ingin memperkaya diri sendiri. Oknum tersebut lupa akan penderitaan orang lain.... bukti nyata di lapangan sekarang ini masyarakat jangankan untuk sekolah untuk makan satu hari tiga kali saja susah... namun yang sering saya mendapatkan, kadang pihak pemerintah sudah menyalurkan bea siswa (sudah disunat) namun pihak penyalur masih sempat menahan bea siswa tersebut sampai berbulan-bulan untuk mendapatkan bunga di bank yang masuk kerekening pribadi.

Kapan kita akan merdeka dari korupsi yang sudah terkenal di dunia dan ternyata jauh lebih berbahaya daripada AIDS, karena merusak moral bangsa dan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Memang masa depan negara dan pendidikan masyarakat hanya dapat ditingkatkan kalau masyarakat sendiri secara berani memaksakan tanggungjawab pemerintah pada bidang pendidikan ini. Seperti kemerdekaan negara kita dari penjajahan Belanda, tentu tidak akan dikasih begitu saja, kita harus berjuang dan melawan orang-orang yang mencuri masa depan negara kita dalam bentuk pendidikan bermutu untuk semua bangsa.

itu yang sangat kita sayang kan,,,sementara anak-anak para koruptor menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah favorit yang biaya tidak mampu di jangkau oleh masyarakat kelas menengah, bahkan anak-anak penjabat dengan memanfaatkan jabatnnya menyekolahkan anaknya sampai keluar negeri...
mohon tanggapan teman-teman lain...

salam,
Anjar>Penyambung Lidah Rakyat