Episode Kemiskinan (merenggut nyawa) - 2008/03/12 17:26
Dikri Nur Muhammad (3 tahun) akhirnya mengembuskan napas terakhir, Ahad malam (9/3), setelah dirawat di RSUD Tasikmalaya. Malam itu, sekitar pukul 22.00 WIB, jasad balita penderita marasmus (busung lapar yang disertai penyakit kronis) itu dimakamkan di TPU Cilamajang, Kec Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.
”Saya tidak kuat melihat penderitaan dia. Kasihan sekali,” ujar ayah Dikri, Ade Suhendar (36 tahun), dengan wajah memelas. Sudah sepekan Dikri dirawat di ruang perawatan anak RSUD Tasikmalaya.
Warga Kampung Genteng RT 01/01 Kel Cilamajang ini lima kali bolak-balik dirawat di RSUD Tasikmalaya. Bahkan, sebelumnya, bocah malang penderita gizi buruk ini menghuni ruang perawatan intensif di RS Hasan Sadikin, Bandung, selama sebulan.
Ternyata, perawatan yang kelima menjadi tempat persinggahan terakhir Dikri di alam fana. Sejak Sabtu (8/3), daya tahan tubuh Dikri menurun drastis ketika alat bantu pernapasan dipasang di tubuh lemahnya.
Menjelang kematiannya, ungkap Ade, kondisi anaknya itu sangat memprihatinkan: pancaran mata kosong dengan guratan tulang yang tampak menonjol di sekujur tubuhnya. Untuk menegakkan kepala saja, Dikri tak kuat. Bahkan, untuk meraung pun suaranya tercekat habis. Dia hanya bisa merintih menahan sakit.
”Saya benar-benar tidak tega melihat kondisinya. Dia terlihat sudah tidak kuat,” tutur Ade. Melemahnya kondisi Dikri, tak hanya karena gizi buruk yang diderita. Namun, diperparah oleh penyakit paru-paru, jantung, dan sistem pencernaan yang menjangkiti tubuh kurusnya. Semua penyakit itu tergolong sudah kronis.
Berat ideal untuk balita seumur Dikri, papar Ade, seharusnya minimal 14 kilogram. Sementara itu, Dikri cuma separuhnya. Perasaan sedih yang dialami Ade kian bertambah karena sebelum Dikri dipanggil Sang Khalik, ibu Dikri terlebih dahulu berpulang ke haribaan-Nya. Kini, Ade yang bekerja serabutan tinggal bersama Putri Meida (11 tahun), kakak Dikri, menjadi ayah sekaligus ibu.
Sayangnya, kematian Dikri belum menggerakkan pejabat di pemkot atau Dinas Kesehatan Tasikmalaya. ”Saya pasrah saja kalau memang mereka tak lagi peduli sama saya,” kata Ade.
Tak hanya Dikri, penderita gizi buruk yang meninggal juga terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Muhammad Fadlih Buchori, bayi yang belum genap berusia dua bulan ini, tutup usia pada Ahad (9/3) pukul 22.40 WIB setelah menjalani perawatan di RSUD Bekasi sejak sepekan lalu.
Putra keempat pasangan Endun (45 tahun) dan Halimah (40 tahun), warga Kel Jatiasih, Bekasi, ini didiagnosis menderita gizi buruk saat masuk RSUD. ”Penyebab kematiannya karena gizi kurang, diare akut, dan dehidrasi berat. Fadlih kurang cairan hingga fisiknya lemah. Kulitnya pun keriput. Ini merupakan kasus langka di Kota Bekasi,” kata Wakil Direktur Pelayanan RSUD Bekasi, Titi Musrifah Hati.
Dirut RSUD Bekasi, Bambang Djati Santoso, menambahkan pasien datang ke RSUD sudah membawa penyakit radang paru-paru. Sejak berusia 40 hari, Fadlih tak pernah mendapat ASI, asupan makanan bergizi lainnya, dan juga menderita salah makan. ”Akibatnya, pasien mengalami diare berat. Tapi meninggalnya bukan karena itu,” kata Bambang.
Di Kota Bekasi, Fadlih bukan satu-satunya generasi bangsa yang menderita gizi buruk. Sebanyak 735 balita menderita hal yang sama di kota tetangga ibu kota itu. Kasus gizi buruk tertinggi berada di Kec Bekasi Utara (156 balita) dan Kec Jatiasih (107 balita). Sisanya tersebar merata di 10 kecamatan dan jumlah penderita 50-100 balita.
Sementara di Rangkasbitung, Kab Lebak, Banten, dua balita kembar Abdurahman dan Abdurohim (1,5 tahun) penderita gizi buruk menjalani perawatan intensif di RSUD Adjidarmo Rangkasbitung akibat terserang penyakit tuberkulosis (TBC).
Kabag Humas RSUD Adjidarmo Rangkasbitung, Rostarina, mengatakan hingga saat ini balita gizi buruk yang menjalani perawatan tercatat sebanyak lima orang. Mereka itu adalah Asri (1,4 tahun), Ayu (1,4 tahun), Dini (1 tahun), dan dua balita kembar Abdurahman dan Abdurohim.
Anak kembar pasangan Suha dan Asim warga Babakan Malabar, Kec Cibadak, Kab Lebak, itu kini kondisinya membaik setelah hampir dua pekan mendapat perawatan petugas medis. Sedangkan tiga lainnya tetap dalam pengawasan intensif dan masih dirawat.
Balita penderita gizi buruk itu terserang penyakit yang biasa menyertainya, seperti TBC, pneumonia, diare, demam tinggi, paru-paru, radang otak, dan idiot. ”Penyakit seperti itu jika lambat penanganannya memang bisa menimbulkan kematian.”
Kematian Dikri dan Fadlih menambah daftar panjang buruknya kualitas hidup sehat di Indonesia. Dikri dan Fadlih bukanlah korban utama gizi buruk. Sebelumnya, Bahir (5 tahun), putra ketiga pasangan Basri dan Basse, warga Jl Dg Tata I Blok V, Setapak II, Kec Tamalate, Makassar, meninggal karena persoalan gizi buruk.
Lima menit sebelumnya, Basse, sang ibu, mengembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan di RS Haji, Makassar. Yang mengenaskan, Basse ikut membawa pergi seorang calon manusia berusia tujuh bulan dalam rahimnya.
Menkes, Siti Fadilah Supari, pada Ahad (9/3), mengklaim jumlah balita penderita gizi buruk menurun. Berbagai upaya intervensi perbaikan gizi yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk pada balita.
Kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita sebanyak 5,1 juta tahun 2004 telah turun menjadi 4,4 juta tahun 2005 dan kembali turun menjadi 4,2 juta tahun 2006. ”Tahun 2007 angkanya turun lagi menjadi 4,1 juta,” paparnya.
(Republika online : Selasa, 11 Maret 2008 )
Rabu, 12 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar