Senin, 17 Maret 2008

Kontrak Politik

Kontrak Politik ? Ah,......Itu sih sudah Basi ~
Sebuah fenomena usang ditengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap disparitas dan integritas parpol di Jawa Tengah.
realita demikian di tengah tuntutan kedewasaan politik warga negara tentu berkesan tidak sehat. Sebab muncul pemikiran apa arti seseorang atau sejumlah orang berpolitik lewat parpol jika sikap politiknya mesti mendapat akses, izin dan restu pimpinan parpol yang cuma terdiri atas sedikit orang saja.

Tetapi sebaliknya ketentuan itu punya nilai positif. Mengapa demikian? Dapat dibayangkan apa jadinya jika DPP tidak betul-betul mampu dihidupkan oleh orang-orang yang menjadi manajer parpol kendati jumlah mereka selalu sedikit. Guna menghidupkan pengelolaan parpol mulai tingkat tertinggi sampai terendah (ranting) itulah mutlak diperlukannya wibawa DPP untuk memberi garis kebijakan. Sekaligus juga menjatuhkan sanksi kepada kader atau siapa pun yang punya kontrak politik dengan parpol di semua jenjang pengaruh politik.

Karenanya siapa pun yang bermaksud menggunakan parpol untuk bisa naik ke atas panggung pilgub Jateng 2008 mesti bersedia mentaati semua kebijakan pucuk pimpinan parpol yang bersangkutan. Garis kebijakan DPP parpol dimaksud biasanya muncul dalam kontrak politik antara kandidat dan pengurus DPP tersebut.

Kontrak politik bisa bersifat positif tetapi tidak mustahil juga negatif. Kontrak politik positif jika pesan-pesan moralnya jauh lebih tinggi dibanding pesan-pesan lain khususnya pesan ekonomi, kekuasaan, dan sebagainya. Dimaksud dengan pesan moral adalah perintah pimpinan tertinggi parpol untuk selalu memprioritaskan nilai-nilai luhur dan kearifan.

Bila calon gubernur dari semula tidak bersedia mentaati pemerintah moral itu dengan sendirinya oligarki parpol akan menolak berlangsungnya proses awal pencalonan pribadi tersebut. Tetapi sebaliknya manakala calon bisa bekerja sama sekaligus patuh kepada garis DPP maka proses pencalonan akan relatif lancar.

Pesan Moral

Di sinilah mutlak pentingnya masyarakat ikut menyampaikan keinginan sekaligus memberi dorongan kepada pucuk pimpinan parpol agar memberi garis kebijakan dan membuat kontrak politik yang penuh nilai-nilai moral dalam proses pencalonan seseorang. Sebab manakala pengurus DPP lebih mengutamakan kepentingan internal parpolnya melebihi kepentingan umum tidak bisa diabaikan bagaimana buruknya kinerja pemerintahan Provinsi Jawa Tengah 2008-2013 di bawah kepemimpinan gubernur yang berasal dari parpol tersebut. Diketahui juga bahwa fenomena pengajuan kandidat nama calon gubernur yang tidak sehat yakni sebatas hanya anggapan sempurna demi munculnya calon gubernur pilihan rakyat. Kitapun tentunya telah mengetahui sejak lama bahwa calon gubernur yang akan menjadi kandidat dipilih dari DPP parpol yang notabene sangat sarat dengan permainan politik.

Karenanya wajar sekali jika banyak pihak berharap agar pengurus parpol di tingkat pusat tidak marah menerima kenyataan penolakan dari calon yang akan maju atas kontrak politik di antara mereka yang dinilai kandidat sangat memberatkan. Syarat memberatkan sehingga memungkinkan penolakan calon yang akan maju dalam pilgub Jateng 2008 melalui akses parpol dimaksud beraneka ragam bentuknya. Mulai ''ongkos masuk'' sampai pesan-pesan politik, kekuasaan, atau pesanan proyek besar yang mesti diberikan kepada orang, rekanan atau investor tertentu di bawah kendali DPP parpol tersebut.

Dengan demikian oligarki parpol dalam konteks pilgub Jateng 2008 dapat dilihat dari kacamata yang berbeda. Jika kita menggunakan pola pikir positif oligarki parpol justru dapat dinilai menguntungkan. Ini disebabkan partai bisa mengendalikan secara dini majunya perorangan tertentu yang punya kualitas buruk. Juga guna menutup kemungkinan seseorang yang berminat menghalalkan cara dalam upaya memenangkan pilgub Jateng mendatang. Termasuk yang berniat ''mencuri'' kekayaan Jateng lewat penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan parpol tersebut setelah berhasil memenangkan pilgub.

Namun kalau kita menggunakan pola berpikir negatif kita bisa mengatakan oligarki parpol dapat merusak proses dan hasil pilgub Jateng 2008. Sebab oligarki parpol memungkinkan parpol main kucing-kucingan dengan calon sekaligus dengan gubernur atau wakil gubernur Jateng 2008-2013 terpilih. Dalam konteks inilah rakyat berharap agar moralitas pengelola pucuk pimpinan parpol, juga mereka yang menjadi pengurus DPD/DPW di Jawa Tengah, untuk selalu lebih mendahulukan kepentingan wilayah provinsi ini ketimbang hanya mengutamakan kepentingan subyektif parpolnya sendiri. Ya,...harapan rakyat adalah hutang yang harus dipenuhi oleh gubernur terpilih kedepan. Dan mahasiswa UNDIP akan terus mengkritisi, mengawal, sekaligus mengkaji setiap kebijakan pemimpin Jawa Tengah demi terciptanya masyarakat Jateng yang makmur santosa ati lathi jalaran sejiwo . HIDUP MAHASISWA !!!
HIDUP RAKYAT JAWA TENGAH !!!!

Tidak ada komentar: