Telah terjadi penggelembungan dana yang tidak wajar dalam proyek Outsourcing Customer Information System, Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI). Proyek ini merupakan pelayanan pelanggan yang dimotori oleh PLN. Penggelembungan yang terjadi, bisa dilihat dari besar gaji seorang programme director yang mencapai Rp 149,9 juta sebulan untuk tahun pertama dan Rp 172,4 juta perbulan untuk tahun kedua.
Bahkan, gaji seorang office boy pun mencapai Rp 7,1 juta per bulan untuk tahun pertama dan Rp 8,2 juta untuk tahun kedua.
Selain itu juga yang menjadi permasalahan penunjukkan langsung rekanan yang dilakukan oleh PLN. Outsourcing ini dianggap janggal, karena PT Netway Utama tidak memiliki modal dan justru dibiayai oleh PLN. Direktur Utama PLN Eddie Widiono, diduga melakukan berbagai manipulasi untuk melancarkan penunjukkan langsung rekanan tersebut. Masalah hak paten CIS-RISI yang tumbang tindih juga menjadi perhatian Mahasiswa.
Adapun awal mula dapat kita tilik pada tahun 2005 sebagai berikut:
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Eddie Wiyono, menandatangani Berita Acara Perkara (BAP) sebagai saksi di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Rabu (15/6). Eddie datang pukul 09.50 WIB dan keluar pukul 15.40 WIB.
Eddie membantah dirinya kembali diperiksa. "Tidak begitu, kan, saya sudah pernah diperiksa 12 jam, masak diperiksa terus?" ujar Eddie pada wartawan. Ia menjelaskan, tidak ada tambahan pertanyaan dari penyidik. "Tadi cuma ngobrol-ngobrol saja dan tanda tangan BAP,"katanya.
Eddie mengakui, RUPS PT PLN memang memutuskan direksi dan komisaris menerima uang jasa produksi dan karyawannya menerima bonus. "Tapi kalau dari segi Undang-Undang tanya saja pada kuasa hukum. Saya, kan, hanya orang biasa,"ujarnya.
Eddie enggan mengomentari pernyataan Menneg BUMN Sugiharto yang menyatakan, dalam UU BUMN ada klausul yang mengatur soal pembagian tantiem dari perusahaan negara yang rugi. "Wah, masak, saya disuruh mengomentari atasan saya,"katanya.
Eddie menyatakan, dalam proses penyidikan dirinya sudah menyampaikan keterangan dan pendapat yang diperlukan kepada Penyidik. "Jadi mengenai materi silahkan tanya pada penyidik,"katanya.
Menurut sumber di Kejaksaan Agung, mantan komisaris dan seorang direksi lainnya dibidik menjadi tersangka korupsi pembagian bonus (tantiem) PLN sebesar Rp 4,3 miliar. Namun, sampai sekarang Kejaksaan Agung belum mengumumkan nama-nama tersangka yang sudah ada di kantor Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidus) Kejaksaan Agung, yang pada waktu itu masih di pegang oleh Hendarman Supandji,SH.
Minggu, 09 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar